Jeneponto, 31 Juli 2025 — Di sudut sunyi Desa Karelayu, Kecamatan Tamalatea, hidup seorang perempuan renta bernama Mina. Ia tak punya siapa-siapa. Anak dan suami telah lama pergi, menyisakan sunyi yang menggantung di bilik hidupnya. Hidupnya tergerus waktu, hari-harinya dilalui sambil memulung harapan dari tumpukan sisa.
Namun, hari itu berbeda. Mina tak sendiri lagi.
Langkah pertama datang dari hati, bukan jabatan. Dinas Sosial Kabupaten Jeneponto melalui Kepala Dinas M. Nasuhang datang langsung menyambangi Mina. Ia tak hanya membawa sembako dan alas tidur, tapi juga menghadirkan secercah kemanusiaan yang tak bisa dibeli.
“Mina juga manusia. Bagaimanapun keadaannya, kita wajib hadir dan peduli,” ujar Nasuhang penuh tegas namun lembut.
Kunjungan itu berlanjut. Camat Tamalatea Haryadi, bersama istri turut serta menyambangi. Mereka hadir, meski tengah sibuk mempersiapkan perayaan kemerdekaan. Karena mereka tahu, kemerdekaan tak hanya tentang upacara dan seragam. Tapi tentang siapa yang benar-benar merdeka dari kesendirian dan penderitaan.
Dari sektor kesehatan, Kepala Puskesmas Tamalatea Murniyati tak ingin tertinggal. Bersama rombongan dokter dari Polres Jeneponto, ia memastikan bahwa Mina tidak hanya hidup, tapi juga sehat dan diperhatikan. Mereka datang membawa sembako dan pemeriksaan medis. Yang dibawa bukan hanya logistik, tapi juga kasih.
Kerabat Mina, Narti, tak bisa menahan senyum kecil melihat perubahan pada perempuan tua itu.
“Setiap orang datang pasti bawa sembako, Pak. Itu membuat Mina terlihat senang,” ujarnya haru.
Dan di tengah semua gerakan itu, ada satu sosok yang sejak awal tak henti bergerak. Kepala Desa Karelayu, Rasul Umar. Ia menyambut semua pihak yang datang, memastikan Mina benar-benar diperhatikan.
“Terima kasih orang-orang baik. Pak Kadis Sosial, Pak Camatku, Kepala Puskesmas, juga Kapolres Jeneponto. Atas perhatian dan sumbangsihnya ke warga kami. Semoga bernilai ibadah dan barakka,” ujar sang kepala desa, mewakili suara hati warganya.
Mina mungkin tak bisa menjelaskan semua perasaan itu. Tapi dari senyum yang mulai muncul di wajahnya yang keriput, kita tahu ada luka yang mulai sembuh. Ada hidup yang kembali berdenyut.
Karena kemanusiaan tak menunggu momen, ia bergerak saat hati tergerak.